Senin (16/11/2015), tiga minggu yang lalu mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Ampel  (UINSA) Surabaya dikejutnya dengan selembar kertas yang ditempelkan di kaca gedung baru maupun di dinding gedung lama area sekitar tangga. Tulisan i biasa, namun mengandung makna yang mendalam, yang bertuliskan “DILARANG BERJUALAN DI DALAM GEDUNG FSH”.
Sebelum ditempelkannya lembaran tersebut, ada beberapa mahasiswa baik dari semester satu maupun semester atas yang membawa makanan dan minuman ke kampus, kemudian di letakkan di area dekat tangga. Namun, makanan dan minuman tersebut sudah di beri label harga sendiri dan mahasiswa yang ingin membelinya cukup membayarnya dengan cara yang mudah, yaitu dengan meletakkan uangnya sesuai dengan harga yang di tentukan di toples yang telah disediakan. Hal ini di kenal oleh para  mahasiswa sebagai ‘kantin kejujuran’ karena tempat itu menyedikan beberapa makanan seperti nasi, makanan ringan, minuman botol dan lain-lain tanpa ada orang yang menjaga serta uang tersebut diletakkan begitu saja.
Hal tersebut mempermudahkan mahasiswa karena tidak perlu lagi menguras tenaga yang banyak untuk sekedar membeli makanan maupun minuman ke Maqha (kantin FSH), selain itu hal ini juga mempermudah bagi mahasiswa yang mempunyai jadwal mata kuliah yang padat sehingga tidak ada waktu untuk turun membeli makanan di Maqha (kantin FSH). Selain itu, harga yang ditawarkan murah sesuai kantong mahasiswa. Namun sekarang, bisnis tersebut kini telah terlumpuhkan oleh selembar kertas.
Satu dua hari ditempelkannya pengumuman tersebut, tidak menjadikan mahasiswa untuk berhenti menjual. Masih terlihat beberapa makanan yang diletakkan di tempat biasanya. Sampai-sampai ada mahasiswa yang menyobek kertas peringatan tersebut.
“Dengan adanya kantin kejujuran sebenarnya memudahkan saya untuk menjual makanan yang saya bawa serta makanan yang saya jual juga cepat habis. Motivasi saya menjual makanan untuk menambah uang saku. Akan tetapi dengan ditempelkannya larangan tersebut, tidak apa-apa, dan saya berniat untuk mencari tempat lain untuk berjualan. Namun masih belum menemukan tempat yang sesuai. Jadi untuk saat ini saya berhenti, dan haranpan saya, pihak fakultas memberikan tempat sendiri untuk mahasiswa yang berniat berjualan sepertiapa fakultas-fakultas lainnya”, ujar Siti Rifatun Nisa’ (mahasiswi semester 1 yang pernah berjualan di gedung FSH).
Mengetahui adanya tulisan tersebut, menurut Dewi seorang mahasiswi Syariah semerter 5 dari jurusan Muamalah sedikit kaget. Padahal di fakultas lain aktivitas menjual masih diperbolehkan. Karena dengan adanya kantin kejujuran memudahkan mahasiwa untuk mencari makanan, apalagi yang berada di lantai atas dan jadwal kuliah yang padat. Selain itu, kalaupun harus turun ke bawah waktu sudah tidak memungkinkan karena jeda antar mata kuliah sudah habis untuk sholat.
Maimun Zubair, merupakan salah satu mahasiswa yang tidak setuju dengan kebijakan pihak fakultas yang melarang menjual makanan di gedung. Pertama, mempersempit mahasiswa untuk berbisnis karena di FSH tidak hanya jurusan hukum saja, akan tetapi juga ada prodi Muamalah yang di tekankan untuk berbisnis. Kedua, harganya murah dan mempermudah mahasiswa. Kalaupun mahasiswa harus ke Maqha (kantin FSH) membutuhkan waktu yang lama serta harga yang kurang bersahabat dengan kantong mahasiswa. Ketika 1 atau 2 hari setelah penempelan ada mahasiswa yang menyobek, maka itu wajar-wajar saja karena mahasiswa beranggapan kantin kejujuran ini di butuhkan oleh mahasiswa. Kalaupun sampah yang yang menjadi penyebabanya, kita harus bisa bekerja sama, mulai kesadaran mahasiswa sebagai pembeli, penjual sebagai pihak yang bertanggungjawab atas sampah dari hasil jualannya dan tugas OB sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kebersihan FSH.  
Menurut Bapak Ulum selaku ketua bagian umum, memang benar dari pihak fakultas yang telah melarang mahasiswa untuk berjualan di gedung FSH”. Ketika hari pertama Bapak Ulum mengetahui ada yang berjualan di gedung, Pak Ulum langsung konfirmasi ke Bagian Umum kantor pusat, tentang masalah ini belum ada peraturan. Akhirnya kebijakan diserahkan langsung ke pihak fakultas. Di fakultas dibicarakan dengan pimpinan memang tidak boleh karena gedung itu untuk kegiatan akademik, digunakan civitas akademika untuk kepentingan akademik. Namun bagaimana yang berjualan? Berjualan boleh di luar kalau itu bisa mengarah ke usaha yang kecil dan profesional maka diperbolehkan, yaitu harus melapor ke pusat pengembangan bisnis karena sudah disiapkan tempat untuk mahasiswa. Dalam masalah ini memang keputusan fakultas dan sudah di konfirmasikan di pihak rekorat bahwa gedung tidak untuk berjualan.
Hal ini dilarang oleh pihak fakultas karena untuk meminimalisir sampah yang ada di gedung FSH. Kesadaran mahasiswa FSH terhadap samapah masih kurang, banyak sampah yang tertinggal dikelas. Gedung baru yang sebenarnya belum siap untuk ditempati karena ini masih wewenang dari proyek PP, akan tetapi dipaksakan dipergunakan untuk peralihan kegiatan perkuliahan dari gedung lama ke gedung baru, sedangkan masalah kebersihan sudah tugas dari fakultas. Jika aktivitas jualan tetap berlangsung, maka sampah akan semakin parah karena mahasiwa akan membuang sampah seenaknya. Fakultas mengusahakan untuk memperbanyak tempat sampah, diharapkan setiap kelas terdapat tempat sampah. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan akan kesadarannya membuang sampah pada tempatnya. Hal ini sudah di umumkan langsung oleh Pak Ulum ketika OSCAAR untuk menjaga kebersihan. Toh juga untuk kenyamanan bersama. Kalaupun masih di dalam kelas, sampah dapat dimasukkan dulu ke dalam tas, kemudian keluar di buang, toh juga tidak berat. Mahasiswa FSH bisa di bilang kemproh. Mahasiswa maunya instan, kuliah di atas, kantin di atas, dan WC di  atas. Gedung hanya untuk kegiatan akademis, yang lainnya di luar gedung.
Bagi mahasiswa yang masih berjualan di dalam gedung, maka hukumannya adalah barang jualannya di tarik dan disuruh untuk di ambil serta akan diberikan arahan tentang larangan tersebut dan hal itu sudah di lakukan. Akan tetapi di perbolehkan jika barang dagangannya berada di luar sebelum pintu masuk.
Menurut Pak Imam Syafi’i yang mewakili dari segenap OB, Sangat setuju dengan adanya larangan tersebut “karena pasti makanan yang di beli dari kantin kejujuran tersebut akan masuk ke dalam kelas dan akibatnya sampahnya di letakkan begitu saja dalam kelas, sedangkan kesadaran mahasiswa terhadap kebersihan dan kesadaran membuang sampah masih kurang. Jangan hanya menghandalkan OB, seharusnya mahasiswa harus sadar diri dan menghargai seorang pembersih, setidaknya membuang sampah pada tempatnya. Kita tau setiap kelas banyak sampah sisa makanan mahasiswa, bukan bermaksud untuk membandingkan, akan tetapi kita perlu buat contoh para mahasiswa STISSIA mahasiswanya tertib dan disiplin, mereka setiap keluar kelas membawa sampah sisa makanan dan tertib membeli makanan di kantin. Sedangkan untuk mahasiswa yang beralasan tidak memadainya tempat sampah, hal itu hanya alasan saja, kan juga bisa di letakkan di plastik/tas terus dibuang saat keluar kelas. Apakah tidak bisa menahan sebentar, pasti ada jeda antar jam kuliah, puasa saja bisa. Kesadaran itu sesuai dengan individu masing-masing, kalau saya sebagai mahasiswa ya harus disiplin. Saran saya untuk mahasiswa, hargailah orang lain dan buanglah sampah pada tempatnya”. by: Taqiyuddin Najih